Senin, 21 Juli 2014

PERJALANAN WARGA TWI KE KEPULAUAN TOGEAN





Menjelang Buka Puasa di Desa Kabalutan











PENERAPIAN GRATIS TWI KEPADA MASYARAKAT TOGEAN

PENERAPIAN KEPADA MASYARAKAT
ADALAH WUJUD KEPEDULIAN WARGA TAPAK WALI INDONESIA DI KABUPATEN TOJO UNA-UNA
DALAM RANGKA MENDUKUNG PROGRAM PEMERINTAH
MELALUI PENGOBATAN GRATIS. PENGOBATAN ARTERNATIF TENAGA DALAM.
PADA SAAT SOSIALISASI KEPALA DESA BENTENG DAN TOKOH MASYARAKAT DAN TOKOH  AGAMA MEMBERI DUKUNGAN SEPENUHNYA...
















SOSIALISASI PENERAPIAN twi



Mengibarkan Panji TWI DI Pusat Karang Dunia




Catatan Kaki Sam Asiku, S. Sos, MMG 
Dari Togean Island (Coral Triangle World)



    Kamis 17 Juli 2014 Bertepatan 19 Ramadhan 1435 H adalah catatan waktu yang patut dituangkan dalam cetakan emas sejarah pengembangan Paguyubanan Seni Beladiri Pernapasan Tapak Wali Indonesia (TWI) di belahan Tengah Sulawesi .




  


Ketika langkah berarah ke Benteng
    Sembilan warga Tapak Wali Indonesia kabupaten Tojo Unauna, Ketua Bidang Pengembangan Sam
Kapal yang membawa warga TWI Ke Benteng
Asiku, S.Sos, MMG, Korlap Kramat Ampana Faruk Mardjun, MMG, Bendahara Lapangan Kramat Ampana  Sugiono H. Mukani, ST, MMG,  bersama tim pelatih masing-masing Erwin Panape, Armin TS Bullah, Welas Supriyitno, Syahril, Windy Sam Asiku, S.Pd, Ulfiah Hulopi, merupakan rombongan pertama sejak pukul 8 pagi berada dibibir pantai Ampana menunggu keberangkatan kapal kayu bertonase 25 Ton dengan kapasitas penumpang 80 orang, yang akan membawa mereka menuju Desa Benteng dikepulauan  Togean Kabupaten Tojo Unauna Sulwesi Tengah.
    Namun jam keberangkatan mereka bergeser dan olah gerak kapal terjadi pada pukul 11.00 (wita). Udara cerah, laut tenang hanya riak kecil, ketika penghuni laut dan beberapa ekor camar berinteraksi dipermukaan air laut biru.

      
Mereka yang bertarung dengan badai
Sementara Rombongan kedua, bidang Pelatihan Lapangan Kramat Ampana masing-masing Fauzhiyanto Almugni, MMG,  Moh Amin Lasawedi, Rahman dan Barends rencana akan menyusul dengan perahu sampan yang didorong mesin ketinting 2 kali 5 PK  pada pukul 14.00 wita nanti.

     Kapal yang ditumpangi sembilan warga TWI sudah menghilang dari padang setelah keluar dari tanjung api. Kapal motor kayu yang tidak memiliki nama tenang membelah  teluk Tomini dan akan bongkar muat  dibeberapa pelabuhan.  
    Ketenangan alam hingga pukul 16.00 kapal, ketika 1 jam pelayaran lagi akan berlabuh dipelabuhan
Hujan lebat menyambut warga TWI di Desa Benteng
Benteng. Sepasang gunung Benteng yang yang berdiri kokoh dari kejauhan terlihat samar karena diliputi tirai hujan yang cukup deras. Angin cukup kencang menerpa dari arah haluan kapal. Udara terasa dingin diikuti siraman hujan yang membuat penumpang yang berada diatas kap kapal harus turun kebawah.
Perlahan nakoda merapatkan kapal, dan penumpang mulai turun namun bertahan dijembatan dermaga yang beratap, terjebak oleh curah hujan yang lebat.


Desa Benteng yang menyimpan banyak kisah.
Diwaktu santai diisi baca quran dan bertasbih
    Desa Benteng yang dilatari gunung tertinggi di kepulauan Togean adalah  kawasan yang
menyimpang peradaban masa lalu, banyak  cerita tentang para raja dengan beberapa catatan perang diantaranya perang Tobelo.
   Dibawa hingga puncak Benteng menyimpan aroma harum sejarah para wali dan para aulia.  Dekat perkampungan beberapa makam yang masih terawat baik menurut penuturan warga setempat,  menyimpan jasat para pejuang yang ternama pada jaman itu. Bahkan menurut penuturan masyarakat setempat, beberapa makam menyebar dikaki gunung dan pinggiran desa adalah makam mereka yang konon  memiliki kemampuan tinggi serta dikeramatkan, berasal dari luar daerah seperti Sulawesi Selatan dan Ternate. 

Ustaz Ruslan dan Son Mantan Kades Benteng
Ketika kaki menginjakan tanah Benteng  
Kendati hujan masih deras, tetapi rombongan berarah kerumah Ustadz Ruslan, satu-satunya warga Tapak Wali Indonesia dikawasan Togean. Ustaz Ruslan adalah Tokoh masyarakat dan agama, sekilas memandang wajahnya cukup angker karena dihiasi jenggot lebat yang sebagian sudah memutih namun menyimpan keteduhan bagi yang memandang dan mendengarkan tutur katanya.
Ustaz Ruslan adalah Pigur yang yang sederhana, namun dirinya ibarat rak buku yang memiliki berbagai refrensi tentang ilmu agama tak diragukan. Baru 4 tahun mengabdikan diri di desa Benteng, yang menurut pengakuannnya adalah kehidupan baru yang damai. justru kondisi alam Benteng membuatnya hanyut meninggalkan hinggar binggar kehidupan dunia yang sibuk, diseputaran pusat pemerintahan provinsi Sulawesi Tengah.
    Rumah yang merupakan hunian asri diatas laut membawa suasana damai  dan keramahan, yang membuat rombongan TWI Ampana bagaikan tinggal dirumah sendiri. Ditempat ini terasa persaudaraan yang hakiki, dimana saat ini perkembangan zaman menghalau manusia pada kesibukan dan peradaban dengan mobilitas kehidupan yang semakin memprihatinkan, hingga lebih mengemuka pola kehidupan individual.

Ketika Azan Magrib berkumandang
Jarum jam bergeser dari jam 18.00 lebih 6 menit, setengah jam yang lalu listrik desa baru dinyalakan.
Buka puasa di Desa Kabalutan
Azan magrib berkumandang sayup dari mesjid sekitar 150 meter dari rumah Ustaz Ruslan.  Hidangan buka puasa dan makan dengan menu ikan segar meneteskan air liur memandang, mulai dicicipi. Dilanjutkan dengan sholat magrib berjamah dipimpin oleh tuan rumah. Korlap Faruk Mardjun, MMG dan Sugiono Mukani, Windi dan Ulfiah serta Armin menyeberang  ke desa Kabalutan. Diperkirakan mereka  buka puasa dalam muhibah mereka didesa yang padat penduduk tersebut. Namun ketika makan malam semua warga berkumpul kembali.

Banyak cerita dan dialog menunggu sholat isya dan Taraweh, empat  jam kedepan akan dilaksanakan sosialisasi tentang Paguyuban Seni Beladiri Pernapasan Tapak Wali Indonesia, yang akan dirangkaikan dengan giat penerapian gratis pada masyarakat setempat.

Mereka yang tertinggal diantara badai
Bunyi khas mesin ketinting terdengar semakin dekat membela kekegelapan malam ketika masuk teluk Benteng. Kepekatan malam memunculkan cahaya senter yang mengarah kerumah Ustatz Ruslan, dan dugaan itu benar. Empat warga TWI yang berusaha berangkat pukul 14.00 wita, melewati pergulatan dengan badai dan gelombang laut.  Selama beberapa jam terobang-ambing diatas laut nyaris  kehilangan arah. Jarak padang semakin sempit karena dikelilingi kabut putih selama beberapa. Perahu yang hanya didorong dua mesin ketiting berkavasitas 5 PK harus bergulat dengan gelombang dan arus laut. Moh Amin sang Nakoda tenang menaklukan nyanyian alam yang menghentak-hentak. Hingga perlahan sampan keluar dari lingkaran badai. Luar biasa penerangan dalam kegelapan badai hanya  lampu senter kecil yang dibawa Rahman. Ketegangan meredah disimpan menjadi kisah perjalanan pengembangan Tapak Wali Indonesia di Kepulauan Togean. Masa kritis pelayaran terlewati, mulai terdengar suara meskipun Keempat warga TWI basah kuyup  diserang dingin. Namun semangat perjuangan terus menghangatkan rasa dalam diri. Bekal buka puasa tak sempat dicicipi kerena kondisi gelombang kadang membuat detak jantung berhenti. Kami membatalkan puasa hanya  minum air aqua saja, makan kami sulit karena kondisi perahu tidak memberi peluang untuk kami membuka rantang. Seperti diungkapkan Barens.  


Antusias menjadi calon warga TWI
    Ingin sembuh silahkan diterapi...mau sehat silahkan masuk lapanangan Adalah kata kunci penutupan giat sosialisasi TWI malam itu. Berbagai keluhan penyakit dilayani dengan sabar, bahkan ada yang sempat mencurahkan isi hati tentang gangguan rumah tangga.
    Namun semua bisa saja ditangani, atas izin sang pencipta. Sebagaimana kehidupan manusia selalu
Suasana penerapian calon warga
dianugerahi kejadian yang berpasang pasangan. Yakin atau tidak bahwa setiap masalah pasti ada solusi demikian pula,  adanya penyakit pasti ada obatnya. Kunci segalanya adalah keyakinan kesabaran dan ilmu sekedar  mengapai pinta dan permohonan terjawab oleh  peguasa Alam semesta yang menguasai roh.
   Kegiatan sosialisasi dan penerapan hingga dini hari, saat peringatan sahur dari mesjid memecahkan keheningan malam yang sepih di desa Benteng.


Ketika Lapangan Benteng dibuka
   Hingga Sabtu Malam (18/6/2014) lapangan yang disiapkan masyarakat  untuk  tempat gerak mulai dipenuhi masyarakat. Malam ini prosesi pembukaan dan pemagaran lapangan dilakukan oleh  13 warga TWI.
   Empat sudut ditempati warga TWI berbaju hijau. Diantarai beberapa warga berkostum hitam dililit beberapa warna sabuk dipinggang kebesaran Tapak Wali Indonesia.
  
    Formasi lapangan otomatis terbentuk hingga puluhan calon warga memasuki lapangan gerak dikaki gunung Benteng. Aroma harum tiba-tiba menyerbak dalam lapangan, beberapa hasil jempretan kamera menjajikan fenomena gaib tertangkap lensa. Menimbulkan tanya yang melihatnnya.
   
    Dua jam lebih beberapa menit kegiatan gerak selesai, beberapa masyarakat  dipenghujung waktu
minta diterapi. Desa Benteng kembali gelap pada jarum jam menunjuk pukul sepuluh malam. Namun semua berakhir beberapa calon dan masyarakat kembali mengunjungi rumah Ustaz Ruslan untuk melakukan dialog dan ingin memperlancar  gerak pengendalian satu.
    Tak terasa  waktu waktu terus bergulir bersambung dengan waktu sahur malam kedua di Benteng, momentum mempererat silaturrahmi warga TWI dengan masyarakat setempat.

Malam kedua Gerak
   Kesepakatan keberangkatan ditangguhkan guna pemantapan gerak calon malam kedua bertambah jumlahnya.  Usai sholat Taraweh tepat pukul 8.00 malam gerak lapangan dikomdani oleh Fauzhiyanto mulai digelar.   Malam kedua itu, pola gerak kloter lebih efektif diterapkan oleh Korlap Kramat Ampana Faruk Mardjun, MMG. Yang membuat calon tak ingin berhenti, namun waktu jua yang harus mengakhiri kegiatan malam.

Ketika Warga Berarak Pulang
Semoga bersua kembali dalam catatan perjalanan yang lain...
Rombongan kecil diketuai Fauzhiyanto berangkat jam 06.00 pagi, sementara Rombongan lainnya harus diantar oleh perahu tempel milik kades Benteng dan Ustaz Ruslan kedesa Kabalutan, karena hari ini tidak satu kapal mampir dipelabuhan Benteng.
Pukul 11.00 wita kapal Motor Awan menaungi langit kepuluan Togean menghalangi panas alam. Kapal kayu Dua Putera berbobot 20 Ton yang dinakodai Man melaju ke Ampana.
Memasuki pelabuhan Ampana
hujan kembali turun dengan lebat menyalami kedatangaan warga Tapak Wali Indonesia... dipelabuhan Labuan berpisah menuju rumah masing-masing bersua kembali dengan keluarga tercinta, semoga bertemu dalam kunjungan berikut guna pemantapan TWI di Kepulauan Togean...aamiin...









 Flying The Flag TWI World Center Reef
By : Sam Asiku, S.Sos, MMG 


Thursday, July 17, 2014 Coinciding 19 Ramadan 1435 H is a time that should be poured into molds gold history of the development of Martial Arts Breathing Paguyubanan Guardian Tread Indonesia (TWI) in parts of Central Sulawesi.



When the directional move to Fort

     Indonesian mayor Tread nine districts Unauna Tojo, Head of Development Sam

The boat carrying residents to TWI Fortress
Asiku, S. Sos, MMG, coordinator Kramat Ampana Faruk Mardjun, MMG, Treasurer H. Field Kramat Ampana Sugiono Mukani, ST, MMG, with each team coach Erwin Panape, Armin TS Bullah, Mercy Supriyitno, Syahril, Windy Sam Asiku , S. Pd, Ulfiah Hulopi, the first group since 8am waiting to be dibibir beach Ampana departure tonnage 25 ton timber ship with a passenger capacity of 80 people, which will bring them to the village of Fort dikepulauan Togean Tojo Unauna Middle Sulwesi.

     But the hour of their departure motion if the ship shifts and occurred at 11:00 (pm). Air sunny, calm sea only a small ripple, when the inhabitants of the sea and some gulls tail interacts blue sea water surface.

   

Those who fought with the storm
While the second group, Field Training field Kramat Ampana each Fauzhiyanto Almugni, MMG, Mohammad Amin Lasawedi, Rahman and Barends plan will be followed by a sampan boat engine driven motorized 2 times 5 PK at 14:00 pm later.

      Ships carrying nine TWI has disappeared from the field after getting out of the fire cape. Wooden boat that does not have a name calm bay Tomini splitting and loading and unloading will be in some harbor.

     Natural serenity ship until 16:00, when the 1 hour cruise will again be anchored in port

Heavy rains TWI welcomes residents in the village of Castle
Fort. A pair of mountain fortress that stands firmly in the distance faintly visible as a curtain covered a fairly heavy rain. The wind is quite strong hit from the bow of the ship. The air was cold followed the rain that makes the passengers who were on the hood of the ship must go down.

Nakoda Slowly tighten the ship, and the passengers began to fall but remained on the bridge piers were roofed, trapped by heavy rainfall.

Fortress village that holds many stories.

At a time when casual filled read quran and celebrate

     The fortress village against the backdrop of the highest mountains in the archipelago is an area Togean

Chatter past civilizations, many stories about the king with some of them war Tobelo war record.

    Brought up to the top of the castle keep fragrance history of the guardians and the aulia. Near the village several well-preserved tomb narrative according to local residents, save jasat famous fighters of his time. In fact, according to the narrative of the local community, some tombs spread at the foot of the mountain and the outskirts of the village is the tomb they are said to have high ability as well as sacred, comes from outside the region such as South Sulawesi and Ternate.

Ustaz Ruslan and Son Kadesh Former Citadel

When foot stepped on the ground Fortress

Although the rain was heavy, but the group home trending Ustad Ruslan, the only Indonesian citizens Guardian Tread Togean region. Ruslan is ust Community and religious leaders, seems to see his face haunted enough for the most decorated heavy beard had turned white but keep the shade for a look and listen to his speech.

Ustaz Ruslan is Pigur that simple, but he is like a bookshelf that has various references no doubt about the science of religion. New 4-year devote themselves in the village castle, which according pengakuannnya is a peaceful new life. Fortress natural conditions make it float left hinggar binggar life hectic world, diseputaran Central Sulawesi provincial government center.

     The house is a beautiful residential above sea carries an atmosphere of peace and friendliness, which makes the group TWI Ampana like to stay at home alone. This place feels essential brotherhood, which dispels the current era of human development in the busyness of life and civilization with mobility increasingly alarming, to be raised pattern of individual life.

When the Maghrib Azan reverberate

Clockwise shift of 18.00 over 6 minutes, half an hour ago a new village power is turned on.

Iftar at the Village Kabalutan
Maghrib Azan faint of mosques reverberate around 150 meters from the house Ustaz Ruslan. Iftar dishes and fed with fresh fish menu drooling look, start tasting. Followed by berjamah afternoon prayer led by the host. Faruk coordinator Mardjun, MMG and Sugiono Mukani, Windi and Ulfiah and Armin Kabalutan cross into the village. Estimated their Iftar in their goodwill is densely populated villages. But when dinner is all residents regroup.

Many stories and dialogue to wait evening prayers and Taraweeh, four hours ahead will be implemented socialization of Martial Arts Respiratory Society Guardian Tread Indonesia, which will be coupled with a vigorous free penerapian the local community.

They were left behind between storms

Distinctive engine sound sounds closer ketinting kekegelapan defended fort night when entering the bay. Concentrations night light led flashlight led home Ustatz Ruslan, and the allegations were true. TWI four people who tried to leave at 14:00 pm, passing through the struggle with the storms and ocean waves. For several hours terobang blindly above sea almost lost its way. Distance fields significantly smaller due to fog surrounded the white for some. Boats are only two engine driven ketiting berkavasitas 5 PK must wrestle with the waves and ocean currents. Mohammad Amin calm Nakoda conquer the natural singing pounding. Slowly until the boat out of the circle of the storm. Incredible lighting in the dark storm only brought a small flashlight Rahman. Tensions meredah stored into the journey of development Tread on Wali Indonesia Togean Islands. Critical period elapsed voyage, began to sound even though four people attacked TWI drenched cold. But the struggle continues to warm the spirit in the sense of self. Provisions do not have time to break the fast because they sampled wave conditions sometimes made ​​heartbeat stops. "We break the fast only drinking water aqua course, eating is difficult because of the condition of the boat we did not give us the opportunity to open the basket." Barens As disclosed.

Prospective residents enthusiastically into TWI

     "Want to heal simply want to be treated ... healthy lapanangan please enter" keyword is actively socializing TWI closing that night. Various diseases are served with patient complaints, and some even had time to put our hearts on domestic disturbance.

     But all can be handled, with the permission of the creator. As human life is always

Atmosphere penerapian prospective residents
awarded a couple pairs of events. Sure or not that every problem there is a solution as well, there must be a cure disease. The key to everything is patience and belief science and application pleaded mengapai just missed by the government for control of the spirit universe.

    Dissemination and implementation activities to early morning, when the warning dawn of the mosque broke the stillness of the night in the village sepih Fortress.

When Fortress Field opened

    Until Saturday Night (18/06/2014) prepared the ground for the motion of the community began to fill with the community. Tonight the opening procession and field fencing done by 13 people TWI.

    The four corners are occupied citizens of TWI in green. Mediated some costumed residents ridden several colors black waist belt Guardian Tread Indonesian greatness.



     Automatic field formations formed dozens of prospective residents to enter the field of motion at the foot of the mountain fortress. Sudden scent menyerbak in the field, some promising results jempretan camera lens caught occult phenomena. Raises the question melihatnnya.



     Two hours over a couple of minutes of motion activity is completed, some time toward the end of the public

'm treated. Dark Fortress village back on the clock ten o'clock at night. But all ended a few candidates and the public visiting the home Ustaz Ruslan return to dialogue and want to accelerate the motion control.

     Not feel the time time keeps rolling concatenated with the dawn of time both nights at the Citadel, strengthening momentum silaturrahmi TWI with local residents.

The second night Motion

    Suspended in order to deal departure motion stabilization prospective second night increased. After Taraweeh prayer promptly at 8.00 pm dikomdani motion field by Fauzhiyanto were held. The second night, the motion pattern fleet more effectively implemented by coordinator Kramat Ampana Faruk Mardjun, MMG. That makes the candidate does not want to quit, but time nevertheless should end the evening activities.

When citizens marched Round

Hopefully met way back in the other records ...

Small entourage headed Fauzhiyanto departs at 06.00 am, while the other group had to be escorted by outboard boat belonging to village heads and Ustaz Ruslan Fortress kedesa Kabalutan, because these days no one stopped the ship in port Fortress.

11:00 pm Motor boats clouds overshadow the sky Kepuluan Togean impede the natural heat. Two timber ships son weighs 20 tons dinakodai Man who drove into Ampana.

Entering the port Ampana

back down with torrential rain greeted kedatangaan Indonesian citizens Guardian Tread ... dipelabuhan Labuan split into their homes met again with his beloved family, may meet the following visit to stabilization TWI Togean Islands ... Aamiin ...