|
Saat Pengukuhan DAN III Atas Angk. Ke VI thn. 2014 |
Untuk ke
enam kalinya pelaksanaan pengukuhan DAN III Atas warga Paguyuban seni Beladiri
Tapak Wali Indonesia yang dikenal juga dikenal dengan sebutan TWI.
Gelar
Magister Muchtahul Gyube (MMG) telah dianugerahkan oleh Yang Mulia Guru besar
Syekh H. Azis, BE, SE, MMG. Bagi setiap
warga TWI yang telah menyelesaikan
program pelatihan dan pendidikan spitual ilmu kebatinan dibeberapa padepokan
yang tersebar di nusantara.
Waktu terus berdentang hingga mengantar pada penghujung kegiatan dan setiap warga
harus
berarah pulang kekampung halaman, membawa makna dan kesan dalam, teramat sulit
dilukiskan dengan kata. Hari keberangkatan pulang adalah langkah awal, jejak
sang master TWI, untuk menyebarkan ilmu yang diperoleh, guna kemakmuran alam
semesta berserta isinya. Jiwa yang kokoh tak lagi mengenal teman maupun orang
yang memusuhi, karena pada hakekatnya mereka adalah manusia yang harus diberi
pertolongan ketika mereka membutuhkan. Kemulian dan cara bijak sang pendekar
harus mengemuka, guna menolong diri sendiri, keluarga dan orang lain tanpa harus
memandang status.
Ratusan
kilometer berulang akan dilalui dengan tegar, pintu masuk Padepokan pusat
TWI Kendari sudah hilang saat mobil, belok
kiri mengarah pulang memasuki salah satu ruas jalan utama di kota kendari.
Masih dibawah komando ketua Komda Andi Jamil, MMG
iring-iringan mobil meninggalkan pintu masuk kota kendari menuju Kabupaten
Kolaka. Beberapa kenderaan roda dua dan mobil, terpaksa meninggalkan barisan
mobil karena arah pulang tidak lagi sama. Lambayan tangan persaudaraan hangat
merasuki, sembari mengucapkan kata “jumpa lagi
tahun depan saudaraku.” Ditutup dengan bunyi klakson mobil tanda pisah.
Tiba di Kolaka kami di jamu makan dipadepokan, sesudahnya saya dan teman-teman
ngopi didepan jalan menuju padepokan. Perjalan dilanjutkan kembali dan mampir
di Lokasi permandian Taburasi. Hingga sore hari kami tiba di Kabupaten Kolaka
tepatnya di padepokan.
Perjalanan
masih panjang membentang, tak jauh dari pos pemeriksaan perbatasan
Kabupaten
Poso dan Sulawesi Selatan, sebuah mobil truk jatuh tapi tidak sampai kedasar
jurang. Salah satu teman melaporkan kejadian kecelakaan tersebut di Pos Polisi.
Peta GPS menandakan kami sedang menyisir di tepian danau poso maka pada simpang
desa Pendolo kami belok kiri ingin menikmati suadana danau diwaktu malam, namun
hujan rintik yang menharuskan melanjutkan perjalanan. Kesan dalam hati saya,
kondisi air danau Poso masih tetap jernih. Namun kami bertekat ingin kembali
menikmati danauPoso di Tentena nanti meskipun ditengah malam.
Namun di
ruas jalan desa Taripa kami terpaksa berhenti, Antrian panjang kenderaan
|
Menunggu Antrian di Desa Taripa |
menunggu jalan dibuka pada pukul 23.00 wita. Yang kemudiam jadwal bergeser 10
menit, baru mobil yang saya tumpangi
melaju kembali.
Dipersimpangan kota Tentena mobil mengarah ke kota Tentena, cukup lama
kaki saya tidak pernah menginjakan dilokasi yang ramai ketika vestifal danau Poso
digelar.
Keinginan bisa melintasi jembatan kayu yang panjang,
tetapi gerbangnya diperkecil agar tidak bisa dilalui kenderaan roda empat. Sebagai
gantinya, jembatan beton dibangun dihulu sekitar 100 meter. Dalam keremangan Kami
melintasinya dan belok kembali setelah tiba diseberang.
Kota Tentena adalah kota kenangan yang menyimpan
bagian perjalanku puluhan tahun
silam. Dua ratusan kilometer lagi harus dilalui
hingga menjelang fajar, kami tiba dipintu gerbang Ibu Kota kabupaten
(Malotong). Satu persatu warga TWI tiba dirumahnya untuk istirahat setelah perjalan
yang melelahkan, namun membawa semangat untuk hari esok...Entah tahun besok
pada kegiatan yang sama dalam moment yang berbeda,
akankah bersua kembali...