Sabtu, 07 Juni 2014

Ketika langkah berarah pulang




   
Saat Pengukuhan DAN III Atas Angk. Ke VI thn. 2014
Untuk ke enam kalinya pelaksanaan pengukuhan DAN III Atas warga Paguyuban seni Beladiri Tapak Wali Indonesia yang dikenal juga dikenal dengan sebutan TWI.

    Gelar Magister Muchtahul Gyube (MMG) telah dianugerahkan oleh Yang Mulia Guru besar Syekh H. Azis, BE, SE, MMG. Bagi  setiap warga TWI  yang telah menyelesaikan program pelatihan dan pendidikan spitual ilmu kebatinan dibeberapa padepokan yang tersebar di nusantara.
   
    Waktu terus berdentang hingga mengantar pada penghujung  kegiatan dan setiap warga
harus berarah pulang kekampung halaman,  membawa makna dan kesan dalam, teramat sulit dilukiskan dengan kata. Hari keberangkatan pulang adalah langkah awal, jejak sang master TWI, untuk menyebarkan ilmu yang diperoleh, guna kemakmuran alam semesta berserta isinya. Jiwa yang kokoh tak lagi mengenal teman maupun orang yang memusuhi, karena pada hakekatnya mereka adalah manusia yang harus diberi pertolongan ketika mereka membutuhkan. Kemulian dan cara bijak sang pendekar harus mengemuka, guna menolong diri sendiri, keluarga dan orang lain tanpa harus memandang status.

  
Ratusan kilometer berulang akan dilalui dengan tegar, pintu masuk Padepokan pusat  TWI Kendari sudah hilang saat mobil, belok kiri mengarah pulang memasuki salah satu ruas jalan utama di kota kendari.
Masih dibawah komando ketua Komda Andi Jamil, MMG iring-iringan mobil meninggalkan pintu masuk kota kendari menuju Kabupaten Kolaka. Beberapa kenderaan roda dua dan mobil, terpaksa meninggalkan barisan mobil karena arah pulang tidak lagi sama. Lambayan tangan persaudaraan hangat merasuki, sembari mengucapkan kata “jumpa lagi  tahun depan saudaraku.” Ditutup dengan bunyi klakson mobil tanda pisah. Tiba di Kolaka kami di jamu makan dipadepokan, sesudahnya saya dan teman-teman ngopi didepan jalan menuju padepokan. Perjalan dilanjutkan kembali dan mampir di Lokasi permandian Taburasi. Hingga sore hari kami tiba di Kabupaten Kolaka tepatnya di padepokan.

   Perjalanan masih panjang membentang, tak jauh dari pos pemeriksaan perbatasan

Kabupaten Poso dan Sulawesi Selatan, sebuah mobil truk jatuh tapi tidak sampai kedasar jurang. Salah satu teman melaporkan kejadian kecelakaan tersebut di Pos Polisi. Peta GPS menandakan kami sedang menyisir di tepian danau poso maka pada simpang desa Pendolo kami belok kiri ingin menikmati suadana danau diwaktu malam, namun hujan rintik yang menharuskan melanjutkan perjalanan. Kesan dalam hati saya, kondisi air danau Poso masih tetap jernih. Namun kami bertekat ingin kembali menikmati danauPoso di Tentena nanti meskipun ditengah malam.

   Namun di ruas jalan desa Taripa kami terpaksa berhenti, Antrian panjang kenderaan
Menunggu Antrian di Desa Taripa
menunggu jalan dibuka pada pukul 23.00 wita. Yang kemudiam jadwal bergeser 10 menit, baru  mobil yang saya tumpangi melaju kembali.

   Dipersimpangan kota Tentena mobil mengarah ke kota Tentena, cukup lama kaki saya tidak pernah menginjakan dilokasi yang ramai ketika vestifal danau Poso digelar.
Keinginan bisa melintasi jembatan kayu yang panjang, tetapi gerbangnya diperkecil agar tidak bisa dilalui kenderaan roda empat. Sebagai gantinya, jembatan beton dibangun dihulu  sekitar 100 meter. Dalam keremangan Kami melintasinya dan belok kembali setelah tiba diseberang.
Kota Tentena adalah kota kenangan yang menyimpan bagian perjalanku puluhan tahun
silam. Dua ratusan kilometer lagi harus dilalui hingga menjelang fajar, kami tiba dipintu gerbang Ibu Kota kabupaten (Malotong). Satu persatu warga TWI tiba dirumahnya untuk istirahat setelah perjalan yang melelahkan, namun membawa semangat untuk hari esok...Entah tahun besok pada kegiatan yang sama dalam moment yang berbeda,  akankah bersua kembali...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar